DENTUMNEWS.COM,Tangerang | Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (September 2025) justru menjadi momen kelam bagi ATR/BPN Kabupaten Tangerang. Alih-alih menuai apresiasi, kantor pertanahan ini dibanjiri karangan bunga bernada sindiran pedas dari masyarakat.
Dua karangan bunga yang terpajang di depan kantor menjadi sorotan publik. Tulisan yang tertera begitu menusuk:
- “Turut Berduka Citra Atas Wafatnya Standar Operasional Prosedur Pelayanan ATR/BPN Kabupaten Tangerang”
- “Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya Rasa Keadilan Pada Pelayanan ATR/BPN Kabupaten Tangerang”
Karangan bunga itu dikirim sebagai bentuk kekecewaan masyarakat, buntut dari carut-marutnya penanganan permohonan pembatalan empat sertifikat tanah di Kecamatan Cisauk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Empat berkas tersebut, dengan tanda terima resmi nomor 664/KPT/II/2024, 665/KPT/II/2024, 666/KPT/II/2024, dan 667/KPT/II/2024, telah diajukan sejak Februari 2024. Namun, hampir dua tahun berlalu, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang tak kunjung memberi kepastian hukum. Lebih ironis lagi, berkas-berkas itu dinyatakan… hilang

Kuasa pemohon, Erik Setiadi, S.H., yang sudah enam kali mendatangi kantor BPN, mengaku kecewa berat.
“Pada kedatangan keenam, saya baru diterima oleh pegawai berinisial NT, PE, dan AF. Mereka menyatakan berkas permohonan pembatalan sertifikat klien saya hilang. Padahal, hampir dua tahun tidak ada satu pun konfirmasi dari ATR/BPN terkait hilangnya berkas tersebut,” ungkap Erik, Jumat (29/9/2025).
Ia menambahkan, pihak BPN sempat berjanji akan mengirimkan surat balasan dalam seminggu. Namun hingga kini janji itu tak pernah ditepati.
“Sudah berulang kali kami ingatkan lewat WhatsApp, tapi nihil tindak lanjut. Ini jelas bentuk pelayanan yang buruk, tidak profesional, dan melecehkan hak masyarakat,” tegasnya.
Nada serupa datang dari aktivis Tangerang Raya, Rohim Matullah, S.H., M.H., M.M., yang turut hadir dalam pertemuan dengan pihak BPN pada 12 September 2025.
“Berkas masyarakat dinyatakan hilang, tapi yang lebih aneh, pegawai BPN malah meminta kami mengulang proses dengan menyerahkan fotokopi ulang. Saling lempar tanggung jawab. Jelas ini sikap abai yang tidak bisa dibiarkan,” ujarnya.


Rohim mendesak Kepala BPN Kabupaten Tangerang untuk bertanggung jawab penuh serta melakukan evaluasi total terhadap kinerja bawahannya.
“Kalau standar operasional prosedur saja sudah mati, bagaimana mungkin masyarakat berharap pada rasa keadilan?” tegasnya.
Kasus ini menambah panjang daftar keluhan publik atas buruknya pelayanan pertanahan di Kabupaten Tangerang. Alih-alih memberi kepastian hukum, BPN justru menghadirkan ketidakpastian yang semakin menggerus kepercayaan masyarakat.
Penulis : Red
Editor : Redaktur


















