DENTUMNEWS.COM. TANGERANG | Suasana pendidikan di wilayah Kabupaten Tangerang memanas. Ratusan warga dari berbagai desa menyatakan siap turun ke jalan dalam sebuah aksi damai menuntut keadilan. Ini menyusul dugaan terjadinya maladministrasi dalam proses Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB) di SMAN 32 Kabupaten Tangerang, yang dinilai tidak transparan dan merugikan banyak calon siswa dari wilayah terdekat sekolah.
Aliansi Masyarakat Bersatu — yang terdiri dari warga Desa Curug Wetan, Serdang Wetan, Rancagong, dan Cukanggalih — secara resmi telah mengirimkan surat pemberitahuan aksi demonstrasi ke Polres Tangerang Selatan. Polsek legok. Polsek curug dan SMAN 32. Aksi tersebut dijadwalkan akan digelar pada Sabtu, 12 Juli 2025, Minggu 13 Juli 2025 sampai dengan 8 Agustus 2025, dengan estimasi massa aksi mencapai 850 orang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari orang tua murid, pemuda desa, tokoh masyarakat, hingga aktivis pendidikan lokal.

Dalam konferensi pers yang digelar menjelang aksi, Koordinator Aksi, Rohim, membeberkan berbagai temuan lapangan yang menjadi dasar aksi tersebut. Menurutnya, terdapat indikasi kuat bahwa data domisili calon siswa telah dimanipulasi, dan bahwa proses seleksi berlangsung secara tidak adil, terutama bagi anak-anak yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bagaimana mungkin anak yang tinggal hanya ratusan meter dari sekolah tidak diterima, sementara anak yang alamatnya jauh justru lolos? Ini tidak masuk akal dan mengindikasikan adanya pelanggaran prinsip Domisili,” tegas Rohim.
Aliansi juga menilai bahwa sebagian masyarakat tidak mendapatkan akses informasi yang memadai mengenai proses dan tahapan seleksi, sehingga menimbulkan keraguan akan keterbukaan pihak sekolah dan panitia seleksi.
Melalui aksi ini, Aliansi Masyarakat Bersatu menyampaikan sejumlah tuntutan konkret yang harus segera direspons oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten, antara lain:
Audit terbuka dan menyeluruh terhadap proses SPMB di SMAN 32.
Transparansi penuh atas data domisili peserta dan dokumen administratif lainnya.
Evaluasi kinerja panitia seleksi dan kepala sekolah, serta tindakan tegas apabila ditemukan pelanggaran.
Penyediaan jalur afirmasi tambahan khusus bagi siswa yang terdampak langsung dari dugaan pelanggaran ini.
Peninjauan jalur perpindahan tugas orang tua (PTOT) yang diduga disalahgunakan.
Menurut Rohim, berbagai jalur masuk yang ada dalam SPMB — termasuk jalur Domisili, afirmasi, prestasi, dan PTOT — harus benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan regulasi dan asas keadilan. Ketika salah satu jalur dimanfaatkan tidak sebagaimana mestinya, maka sistem penerimaan kehilangan kredibilitasnya.
Koordinator Lapangan, Sdr. Oling, menegaskan bahwa aksi akan dilaksanakan secara damai, tanpa kekerasan, dan dengan menaati seluruh peraturan hukum yang berlaku. Namun, ia menegaskan bahwa masyarakat sudah kehilangan kesabaran terhadap sistem yang dianggap merugikan anak-anak mereka.
“Kami datang bukan dengan kemarahan, tapi dengan harapan. Kami ingin perubahan, bukan kekacauan. Tapi bila suara kami terus diabaikan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi sistem pendidikan kita ke depan,” ujar Oling.
Seiring rencana aksi ini mencuat ke publik, dukungan dari berbagai lapisan masyarakat mulai berdatangan. Di media sosial, tagar seperti #TolakSPMBCurang, #SelamatkanPendidikan, dan #ZonasiAdil mulai viral di berbagai platform. Warganet, khususnya para orang tua dan aktivis pendidikan, menyuarakan kekecewaan atas sistem yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat kecil.
Sementara itu, pihak SMAN 32 maupun Dinas Pendidikan Provinsi Banten belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait isu ini. Namun, masyarakat berharap adanya respon cepat dan konkret sebelum aksi berlangsung.
Aliansi Masyarakat Bersatu mengingatkan bahwa aksi ini bukanlah gerakan anarkis, melainkan panggilan nurani kolektif demi pendidikan yang lebih adil dan transparan. Dalam pernyataan penutupnya, Rohim menyatakan:
“Kami ingin anak-anak kami memiliki hak yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas — bukan karena koneksi, bukan karena permainan data, tapi karena memang mereka berhak. Ini soal masa depan, dan kami tidak akan tinggal diam.”
Dengan semangat kebersamaan dan keberanian untuk bersuara, aksi ini menjadi penanda bahwa masyarakat kini semakin sadar dan berani memperjuangkan hak-haknya. Pendidikan adalah hak semua warga negara, dan keadilan dalam akses pendidikan


















