DENTUMNEWS.COM, TANGERANG | Kinerja Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Niaga Kerta Raharja (NKR) Kabupaten Tangerang kini tengah menjadi sorotan tajam. Lembaga yang bertanggung jawab mengelola pasar-pasar tradisional di wilayah Kabupaten Tangerang ini, dinilai tidak proporsional dan kurang transparan dalam menjalankan tugasnya. Pemicunya adalah dugaan pembiaran terhadap mitra kerja yang kontraknya telah habis tanpa kejelasan, disusul munculnya enam perusahaan lain yang diduga sudah mulai mengajukan kerja sama baru secara tiba-tiba.
Hal ini pertama kali mencuat dari Pasar Curug. Sejumlah juru parkir (jukir) mereka merasa khawatir lantaran adanya kabar bahwa pengelolaan parkir akan diambil alih oleh pihak ketiga baru. Mereka yang telah lama bekerja merasa khawatir. Sebagai bentuk penolakan, para jukir membuat petisi pada Rabu, 23 Juli 2025.
Namun persoalan ini semakin rumit ketika salah satu mitra Perumda yang selama ini mengelola parkiran,kebersihan dan bongkar muat di Pasar Curug—mengungkapkan kekecewaannya karena tidak mendapat kejelasan tentang status kontrak yang telah habis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami datang secara resmi ke kantor Perumda bersama tim kuasa hukum untuk meminta penjelasan. Tapi justru kami tidak ditemui oleh Ibu Finny selaku Direktur. Beliau langsung masuk ke mobil ,” ungkap Agum Hasbi Usmani, komisaris PT Gama Putra Jaya.
Menurut Agum, pihaknya telah menunjukkan itikad baik dengan terus menyetor kontribusi rutin kepada Perumda selama tahun 2024 S/d 2025, dan hal itu dibuktikan dengan dokumen transfer resmi. Namun hingga saat ini, tidak ada satu pun surat perpanjangan kontrak,pemberhentian, atau komunikasi resmi dari pihak Perumda Pasar NKR.
“Yang kami sayangkan adalah tidak adanya transparansi dan komunikasi. Kalau memang kontrak tidak diperpanjang, sampaikan secara terbuka. Tapi yang terjadi justru kami diabaikan. Sementara di saat yang sama, muncul kabar ada enam perusahaan baru yang mengajukan pengelolaan parkir,” lanjut Agum.
Direktur Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja, Finny Widiyanti, saat dikonfirmasi oleh media membenarkan bahwa memang tidak pernah ada proses lelang terbuka dalam kerja sama pengelolaan pasar. Menurutnya, Perumda hanya menerima pengajuan dari badan hukum, seperti PT atau CV, yang kemudian akan dikaji secara internal.
“Kami tidak pernah membuka proses tender. Semua kerja sama dilakukan melalui mekanisme pengajuan dari perusahaan berbadan hukum, dan semuanya tetap mengacu pada ketentuan hukum dan regulasi yang berlaku di Perusahaan Daerah,” ungkap Finny pada Selasa, 29 Juli 2025.
Lebih lanjut, Finny menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip kearifan lokal. Dalam arti, warga sekitar tetap menjadi prioritas utama untuk diberdayakan dalam pengelolaan pasar di wilayahnya, termasuk Pasar Curug.
Namun pernyataan itu dinilai belum menjawab akar masalah yang sesungguhnya. Mengapa mitra lama dibiarkan menggantung tanpa kejelasan? Dan mengapa pihak lain tiba-tiba masuk tanpa proses yang terbuka?
Pasar tradisional adalah denyut nadi ekonomi masyarakat bawah. Ketika pengelolaannya tanpa di bekali dasar legalitas kontrak secara resmi , maka bukan hanya mitra yang dirugikan, tapi juga warga yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas pasar.
Apakah Perumda akan merespons secara terbuka? Atau justru membiarkan permasalahan ini terus menggelinding tanpa arah?
Penulis : Febi
Editor : Redaktur


















