Jakarta, DentumNews | Selain pasal perzinahan, pasal miras di KUHP juga dinilai mengancam sektor pariwisata. Namun tim Kemenkumham menjelaskan pemberlakuan pasal ini tak bakal merugikan pekerja wisata.
Anggota Tim Sosialisasi RKUHP Kemenkumham RI Albert Aries mengatakan bahwa Pasal 424 terkait minuman keras juga sempat menjadi isu yang bergulir di ranah pariwisata, khususnya perhotelan. Hal ini menjadi polemik karena belum semua pihak faham maksud dari pasal tersebut.
“Pasal 424 ayat 1 ini sebenarnya bukan pasal lama. Saat ini di KUHP ada pasal 300 ayat 1 yang bunyinya sama,” kata Albert secara virtual dalam jumpa pers yang diselenggarakan Kemenparekraf, Senin (12/12/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi orang bukan sekadar tipsy atau setengah mabuk tapi orang ini sudah mabuk diberikan lagi tambahan zat memabukkan sehingga kondisinya semakin tidak bisa mengendalikan diri akhirnya bisa mencelakakan diri sendiri ataupun orang lain,” imbuhnya.
Disebutkan Albert, pasal ini bertujuan untuk melindungi kesusilaan, keadaban, serta pihak-pihak yang terkait dalam situasi tersebut. Menurutnya, penerapan pasal ini juga tidak akan jauh berbeda dengan pasal yang sebelumnya sudah ada di KUHP.
Kalau pasal 300 ayat 1 yang sudah ada tidak membawa dampak apapun ke turis, maka saya pastikan keadaan yang sama tidak akan jauh berbeda (dengan pasal 424),” ujarnya.
Kemudian, Albert juga menghimbau agar masyarakat melapor bila menemukan penyalahgunaan yang dilakukan oknum tertentu. Proses hukum akan berjalan bila ada pelaporan.
“Kalau ada oknum yang menyalahgunakan, laporkan. Karena tidak pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah,” katanya.
Sebelumnya, pengacara Hotman Paris menilai pasal mengenai miras bakal merugikan pekerja di sektor pariwisata.
“(Pasal 424) ini yang sangat relevan, ini yang bisa nanti turis bisa jadi sasaran. Di sini disebutkan, kalau ada orang mabok, itu tidak dipidana. Tapi, kalau temannya yang nambah minumannya, maka orang yang nambah inilah yang masuk penjara satu tahun,” ujar Hotman Paris di Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (10/12/2022).
Dia juga mempertanyakan logika hukum pada pasal ini. Apalagi pasal ini juga tidak mengecualikan para pekerja.
“Tapi yang paling bahaya adalah orang yang dalam rangka pekerjaannya pun menambah minuman (waiter) masuk penjara,” kata Hotman.
“Sementara pengertian mabuk di sini nggak diatur apakah tipsy atau apa. Mungkin pak menteri sudah tau ini ya,” dia menambahkan.
Selain itu Hotman, juga menyebut pasal tersebut nantinya akan membawa dampak buruk pada sejumlah sektor. Apalagi dalam pasal ini disebutkan, hanya orang yang menuangkan minuman yang dapat dipidana, sedangkan orang yang mabuk tidak dipidana.
“Menurut pasal ini, yang mabuk tidak dipidana, aku yang nambahin yang dipidana. Termasuk yang menjual. Orang bule mana tahu kita mabuk, kan. Ini paling membahayakan. Kalau memang tujuannya mencegah orang mabuk, kenapa yang mabuk nggak dipidana?” kata dia.
“Ini mengancam kehidupan, resto, hotel, dan bar. Ini pasal yang sekali lagi tidak masuk di akal, tidak ada legal standing dan harus dihapus dari muka bumi. Jadi terlepas dari apa pun, ini bahaya,” dia menambahkan.
(RED)
Sumber artikel : detik.com